14 March 2011

Di Dalam Heningnya Suasana




Di dalam heningnya suasana, seperti pagi-pagi yang lain, masyarakat sang semut di pinggir bukit sedang sibuk dengan kewajipan mereka. Masyarakat bawah tanah ini sememangnya sejenis makhluk yang amat rajin bekerja. Segala-galanya demi koloni dan juga ratu tercinta. Apatah lagi mereka adalah koloni yang terkuat berbanding mana-mana koloni semut di kawasan itu. Mereka beranggapan merekalah raja segala buana, penakluk segala mayapada.
Di dalam heningnya suasana, seperti pagi-pagi yang lain, ada golongan semut yang ditugaskan menjaga larva-larva sang ratu, ada yang sibuk membetulkan struktur sarang mereka, ada yang bertugas menjaga keselamatan koloni menggunakan rahang yang berbisa, dan ada pula yang sibuk mencari makanan demi mengisi kantong tonggek seisi koloni. Seperti biasa, sang ratu pula duduk di singgahsana sambil melahirkan larva-larva baru. Larva-larva itulah nadi kesinambungan koloni yang mereka bangga-banggakan. Bahkan merekalah yang menjadi harapan masa ini dan tunggak masa hadapan koloni terhebat itu.
Di dalam heningnya suasana, seperti pagi-pagi yang lain, keadaan berlangsung seperti biasa. Sama seperti semalam, dan sama seperti hari-hari sebelumnya. Namun disaat mentari mula memanjat tinggi, satu gegaran yang maha dahsyat menggegarkan seisi koloni. Terhenti segala kerja, terhenti segala kewajipan, terhenti segala urusan. Hiruk pekik terdengar di sana sini. Sang ratu yang terkenal dengan sikap angkuhnya juga tidak terkecuali menjerit ketakutan.
Kemudian segala-galanya menjadi senyap semula. Hening mula mengambil tempat. Namun jelas kelihatan banyak dinding-dinding sarang yang runtuh akibat gegaran tadi. Banyak larva-larva yang berteraburan di sana sini. Makanan-makanan mereka juga berkaparan bagaikan daun-daun kering luruh dipukul ribut.
Di dalam heningnya suasana, mereka terpinga-pinga. Mungkin bencana itu sudah berhenti kata sang ratu. Sang pemimpin kemudian mengarahkan seorang pengawalnya untuk pergi menjenguk ke dunia atas untuk menyiasat apakah gerangannya musibah yang menimpa mereka itu.
Baru sahaja beberapa langkah sang pengawal berjalan, terdengar bunyi deruan air. Sang semut sekalian memasang telinga. Tiba-tiba menderu air yang hitam berlumpur entah dari mana datangnya menerjah ke dalam ruang sarang mereka bagaikan naga yang mengila. Bertempiaran semut-semut mencari perlindungan. Ada yang memanjat dinding, ada yang berlari menyusuri lubang-lubang, namun banyak juga yang hanyut dicengkam arus yang menderu.
Sang ratu diusung oleh pegawal-pengawalnya naik ke atas sarang ke tempat yang selamat. Dari situ ia melihat kebinasaan yang dibawa oleh sang arus. Sarang koloni yang telah dibina dengan jerih perih rakyatnya hancur bagaikan kertas yang dironyok-ronyok. Jasad semut-semut yang tidak lagi bernyawa terapung bersama-sama larva-larva putih berpencar-pencar sana dan sini.
Arus air yang mengila itu kemudiannya surut dengan pantas. Seperti mana cepatnya ia datang, begitu juga cepatnya ia pergi. Semut-semut yang terselamat mula turun dari tempat persembunyian masing-masing. Mereka hanya mampu berdiri tertegun melihat kemusnahan yang dibawa oleh arus hitam yang tidak diundang itu. Sang ratu hanya boleh memandang segala-galanya dengan rasa pilu. Sekuat dan sehebat mana pun koloninya, tidak mampu melawan kehendak takdir. Mentari semakin tunduk ke ufuk barat.
Di dalam heningnya suasana, tidak seperti petang-petang yang lain, semut-semut bersama ratunya duduk bersama-sama menginsafi kelemahan diri dan merenung pada kedaifan jasadi. Mereka sedar kini mereka hanya makhluk kerdil, yang bisa terhapus dalam sekelip mata, yang bisa lenyap dalam sehela nafas, tanpa mampu mereka berbuat apa-apa kecuali pasrah kepada azali.

0 Responses to “Di Dalam Heningnya Suasana”

Post a Comment

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
powered by
Socialbar

ShoutMix chat widget
;